Nabi Muhammad
SAW, seperti halnya semua nabi, tidak mewariskan harta, tetapi mewariskan ilmu,
kebenaran, dan ajaran dari Allah SWT. Dalam hadis sahih disebutkan, ''Kami para
nabi tidak mewariskan (harta). Apa yang kami tinggalkan menjadi sedekah.'' (HR
Bukhari).
Apa yang
ditinggalkan Nabi, seperti disebut dalam hadis di atas, menurut pendapat banyak
pakar, adalah ilmu atau kebenaran dari Allah. Ilmu atau ajaran Tuhan sebagai
peninggalan Nabi merupakan sedekah alias menjadi aset atau kekayaan milik
seluruh umat manusia, khususnya orang-orang yang beriman kepada
Nabi.
Itu sebabnya
dikatakan, ''Al-ulama waratsat al-anbiya.'' Artinya, para ulama adalah ahli
waris para nabi. Para ulama dan seluruh orang
beriman sesungguhnya adalah ahli waris Nabi Muhammad SAW. Sebagai ahli waris,
mereka wajib menerima ajaran Islam, memperjuangkan, dan mewujudkan dalam
realitas kehidupan.
Firman Allah,
''Kemudian kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara
hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri sendiri dan di
antara mereka ada yang pertengahan dan di antara mereka ada pula yang lebih
dahulu berbuat kebaikan.'' (Fathir: 32). Sebagai ahli waris Alquran, kaum Muslim
menurut ayat di atas ternyata terbagi ke dalam tiga kelompok.
Pertama, zhalim
linafsih, merupakan kelompok orang yang menganiaya diri mereka sendiri. Menurut
mahaguru tafsir Ibnu Katsir, mereka adalah orang-orang yang suka meninggalkan
kewajiban-kewajiban agama dan melakukan hal-hal yang dilarang oleh Allah SWT
(muharramat).
Kedua,
muqtashid, merupakan kelompok pertengahan (moderat). Mereka adalah orang-orang
yang melaksanakan semua kewajiban dan meninggalkan semua larangan agama, tetapi
mereka belum mampu melaksanakan hal-hal yang bersifat anjuran (mustahabbat) dan
hal-hal yang bersifat keutamaan (ihsan) serta belum bisa meninggalkan hal-hal
yang makruh dan syubhat.
Ketiga, sabiq bi
al-khairat, merupakan kelompok terdepan dalam kebaikan. Mereka adalah
orang-orang yang mampu melaksanakan kewajiban-kewajiban agama dengan sempurna.
Mereka dapat disebut sebagai pelopor dan motivator kebaikan, sehingga mereka
disebut al-muqarrabun, yaitu orang-orang yang dekat atau didekatkan kedudukan
mereka di sisi Allah SWT (Waqi'ah: 11).
Menurut Imam
al-Razi, kelompok pertama merupakan cermin dari orang yang dikendalikan oleh
hawa nafsu, sedangkan kelompok kedua merupakan cermin dari orang yang berjuang.
Suatu kali mereka menang, tetapi pada kali yang lain mereka kalah atau
dikalahkan. Sementara kelompok ketiga merupakan cermin dari orang yang menang
dan mampu mengalahkan godaan nafsu dan setan.
Setiap Muslim,
setingkat dengan kemampuan yang dimiliki, wajib berusaha meningkatkan kualitas
diri dari strata zhalim linafsih ke strata muqtashid, dan selanjutnya dari
muqtashid ke strata sabiq bi al-khairat, sebagai strata paling tinggi dan yang
merupakan ahli waris Alquran dalam arti yang sebenar-benarnya. Wallahu a'lam. (A
Ilyas Ismail)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar