Ketika
Rasulullah SAW berhasil menaklukkan Mekah pada tahun 13 H, kaum kafir Quraisy
dilanda rasa takut lantaran kejahatan mereka terhadap Rasulullah dan umat Islam
di masa lampau. Mereka menduga akan menerima pembalasan jahat dari umat
Islam.
Ternyata
Rasulullah SAW mencanangkan hari itu sebagai hari pemberian maaf. Beliau
mengumumkan tiga cara untuk aman bagi kaum Quraisy Mekah, satu di antaranya
adalah berlindung di rumah Abu Sofyan. Abu Sofyan sebelum itu dikenal sebagai
tokoh Quraisy yang sudah amat banyak berbuat jahat kepada Rasulullah. Tokoh
jahat lainnya adalah Abu Jahal dan Abu Lahab yang saat itu sudah meninggal
dunia.
Selanjutnya,
Rasulullah SAW mengumpulkan semua tentara Islam dalam sebuah barisan dan
memanggil Abu Sofyan. Rasulullah menyatakan bahwa mulai hari itu mengangkat Abu
Sofyan sebagai pimpinan tentara Islam yang sedang berbaris di depannya. Rasa
takut dan kecut di dada Abu Sofyan dan kaum kafir Quraisy berubah menjadi lega
dan haru kendati masih bercampur rasa malu.
Rasulullah SAW
dan umat Islam ternyata tidak membalas kejahatan kaum kafir Quraisy dengan
kejahatan. Bahkan sebaliknya, Rasulullah memperlakukan mereka secara baik dan
manusiawi. Memang, begitulah sebenarnya tuntunan Allah SWT. Firman-Nya:
''Tidaklah sama kejahatan dan kebaikan.
Tolaklah
kejahatan itu dengan cara yang baik, sehingga orang yang bermusuhan antara
engkau dan dia seolah-olah teman yang setia.'' (As-Sajadah:
34).
Memang benar,
perlakuan baik itu telah membuat Abu Sofyan segera menarik tangan Rasulullah SAW
dan mengucapkan dua Kalimat Syahadat untuk memeluk Islam. Langkah Abu Sofyan
diikuti orang-orang kafir lainnya.
Saat itulah
turun surat
An-Nashr: ''Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan. Dan engkau
lihat manusia masuk ke dalam agama Allah (Islam) berbondong-bondong. Maka,
bertasbihlah dengan memuji Tuhan engkau dan minta ampunlah. Sesungguhnya Allah
itu Maha Penerima tobat.''
Dari situ
terlihat bahwa Islam sangat antikejahatan. Islam mengajarkan umatnya untuk
memberantas kejahatan dengan kebaikan. Sehingga, kejahatan itu tidak berlanjut
dan bahkan membuahkan hubungan baik antara pelaku kejahatan dan korban
kejahatan. Terbukti dengan balasan baik dari Rasulullah, Abu Sofyan memeluk
Islam. Di belakang hari anak cucu Abu Sofyan menjadi pemimpin-pemimpin
Islam.
Bila kejahatan
diberantas dengan kejahatan, akan semakin memperbanyak kejahatan. Berlaku jahat
untuk menolak kejahatan berarti praktik balas dendam atau mengambil peluang
untuk berbuat jahat. Maka, antara pihak yang berbuat jahat dan pihak yang
memberantas kejahatan, sama jeleknya.
Maka, sulit
dipahami memberantas teroris dengan perbuatan teror. Kendati dengan dalih
menumpas teroris, perbuatan teror tidak dapat dihalalkan. Teror dibalas teror
berarti menggandakan kejahatan. (Nasril Zainun)
sumber
: rpbk
Tidak ada komentar:
Posting Komentar