Selasa, 19 Maret 2013

Bencana dan Kemusyrikan



Oleh : Mulyana
Setiap bencana yang menimpa manusia selalu memiliki tiga arti yang berbeda. Bagi orang-orang yang tidak terkena bencana, maka bencana yang menimpa orang lain merupakan peringatan dan teguran sebagai bentuk kasih sayang dari Allah agar mereka kembali pada jalan-Nya. Sedangkan bagi orang-orang yang tidak beriman, maka bencana yang menimpa merupakan azab dan siksa dari Allah yang diakibatkan oleh perilakunya yang melakukan kedurhakaan terhadap perintah Allah dan rasul-Nya.
Ini sebagaimana Allah janjikan, ''Dan berapalah banyaknya (penduduk) negeri yang mendurhakai perintah Tuhan mereka dan rasul-rasul-Nya, maka Kami hisab penduduk negeri itu dengan hisab yang keras, dan Kami azab mereka dengan azab yang mengerikan.'' (QS 65: 2).
Sebaliknya, bagi orang-orang yang beriman, maka bencana yang menimpa merupakan salah satu bentuk ujian keimanan. Ujian ini merupakan sunatullah, sebagaimana Allah firmankan, ''Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan, 'Kami telah beriman', sedangkan mereka tidak diuji lagi?'' (QS 29:2).
Dengan bencana, Allah hendak menunjukkan kepada manusia, mana orang-orang yang benar keimanannya dan mana yang tidak. Allah menjelaskan keadaan ini dalam firman-Nya, ''Dan di antara manusia ada orang yang menyembah Allah dengan berada di tepi; maka jika ia memperoleh kebajikan, tetaplah ia dalam keadaan itu, dan jika ia ditimpa oleh suatu bencana, berbaliklah ia ke belakang. Rugilah ia di dunia dan di akhirat. Yang demikian itu adalah kerugian yang nyata.'' (QS 22:11).
Dalam ayat lainnya Allah menerangkan, ''Dan apabila manusia disentuh oleh suatu bahaya, mereka menyeru Tuhannya dengan kembali bertobat kepada-Nya, kemudian apabila Tuhan merasakan kepada mereka barang sedikit rahmat dari-Nya, tiba-tiba sebagian dari mereka mempersekutukan Tuhannya.'' (QS 30:33).
Kedua ayat di atas juga memberikan petunjuk bahwa bencana merupakan salah satu sebab banyaknya manusia yang kembali kepada kemusyrikan. Kemusyrikan tersebut dipicu oleh adanya rasa putus asa manusia terhadap rahmat dan pertolongan Allah. Dan, manusia tidak menyadari bahwa bencana merupakan akibat dari kesalahan mereka sendiri.
Hal ini sebagaimana Allah jelaskan dalam ayat berikutnya, surat Ar-Ruum, ''Dan apabila Kami rasakan sesuatu rahmat kepada manusia, niscaya mereka gembira dengan rahmat itu. Dan apabila mereka ditimpa suatu musibah (bahaya) disebabkan kesalahan yang telah dikerjakan oleh tangan mereka sendiri, tiba-tiba mereka itu berputus asa.'' (QS 30:36).
Kini, di tengah upaya rekonstruksi secara fisik wilayah Nanggroe Aceh Darussalam dari kehancuran akibat gelombang tsunami, maka langkah yang tidak kalah penting adalah menjaga kondisi keimanan masyarakatnya agar mereka tidak seperti apa yang Allah gambarkan pada firman-firman-Nya di atas. Karenanya, pemerintah, MUI, partai politik Islam, maupun lembaga dan LSM keislaman harus benar-benar membantu dan menciptakan iklim yang kondusif agar mereka tetap dalam keislamannya. 
sumber : rpbk

Tidak ada komentar:

Posting Komentar