Pornografi dapat
diidentifikasi sebagai penyakit sosial yang amat berbahaya. Dalam bahasa agama,
pornografi dapat disebut sebagai biang kejahatan (umm al-khaba'its). Dikatakan
demikian, karena pornografi dapat menimbulkan keburukan-keburukan lain dalam
masyarakat. Pornografi dapat melemahkan ikatan-ikatan moral, serta mendorong
timbulnya pola kehidupan baru yang cenderung permisif dan
hedonistik.
Ancaman
pornografi kini kian meningkat, tidak saja pornografi, tetapi juga pornoaksi.
Pada yang pertama, kategori porno berbentuk foto atau gambar (grafis), sedangkan
pada yang kedua (pornoaksi) berbentuk perbuatan atau perilaku. Tentu, yang kedua
ini lebih mengancam, karena sifatnya yang langsung (live), konkret
(externalized), dan menantang
(interested).
Dalam bahasa
Alquran, pornografi atau pornoaksi itu disebut tabarruj. Menurut para pakar
tafsir, tabarruj berarti mempertontonkan segi-segi keindahan wanita (idzhar-u
mahasin-i al-mar'at-i), atau memamerkan sesuatu yang menurut kelayakan harus
ditutup (idzhar-u ma yajib-u ikhfa'uh-u). Firman Allah, "Dan hendaklah kamu
jangan berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah yang dahulu."
(QS al-Ahzab: 32).
Tabarruj seperti
tersebut dalam ayat di atas menunjuk pada kebiasaan wanita zaman jahiliyah.
Mereka biasa berdandan secara berlebihan dengan memperlihatkan perhiasan dan
segi-segi keindahan tubuh mereka. Ini dilakukan justru ketika mereka hendak
keluar rumah.
Kebiasaan mereka
dalam hal ini kelihatannya tidak berbeda dengan wanita masa kini. Ini berarti,
kebiasaan wanita pada zaman jahiliyah dulu (jahiliyyat al-ula) telah muncul
kembali pada zaman jahiliyah modern sekarang (jahiliyyat al warn
al'isyrin).
Wanita-wanita
beriman diperintahkan agar meninggalkan kebiasaan jahiliyah. Mereka diminta agar
lebih menjaga diri, dengan mengendalikan pandangan, menutup aurat, mengenakan
kerudung atau jilbab, dan sama sekali tidak dibenarkan melakukan tabarruj (QS
al-Nur: 31). Dalam suatu hadis, Rasulullah SAW melarang wanita dewasa membuka
aurat. Dikatakan, aurat wanita adalah seluruh badannya, kecuali dua hal sebagai
pengecualian, yaitu wajah dan telapak tangan (HR Abu
Daud).
Dalam riwayat
lain disebutkan, ketika diturunkan ayat 31 surat al-Nur di atas,
wanita-wanita Muslimah serentak menutup kepala dan leher mereka. Bahkan, ada di
antara mereka yang merobek kain sarung mereka sebagai kerudung atau jilbab.
Jadi, perintah
agar wanita Muslimah menutup aurat, menjaga kesopanan, dan kepantasan dengan
berkerudung atau berjilbab, bukanlah masalah khilafiyah, tetapi ajaran Islam
yang sebenar-benarnya berdasarkan Alquran dan As-Sunah.
Setiap Muslim,
setingkat dengan kemampuan yang dimiliki, harus berusaha melawan pornografi dan
pornoaksi. Usaha ini dirasakan makin penting dilakukan di tengah-tengah ancaman
pornografi dan pornoaksi yang semakin menggila dewasa ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar