Sepeninggal
Rasulullah SAW, terdapat sekelompok orang yang mengakui kenabian Muhammad SAW,
tetapi tidak mengakui zakat sebagai suatu kewajiban dan ibadah yang harus
ditunaikan. Kepala negara saat itu, Khalifah Abu Bakar Siddiq RA, menolak
tindakan tersebut dengan memerangi mereka seluruhnya supaya kembali kepada agama
Allah SWT secara benar.
Pada suatu
kesempatan banyak sahabat berkata kepadanya, ''Wahai khalifah Rasulullah,
tetaplah engkau di rumahmu, sembahlah Rab-mu hingga wafat mendatangimu. Kita
tidak memiliki kekuatan untuk memerangi seluruh bangsa Arab.''
Di antara mereka
yang berkata demikian adalah Umar bin Khatab al- Faruq. Ia sempat dibentak oleh
Abu Bakar yang bagai auman singa sedang marah, ''Apakah engkau pendekar di zaman
jahiliah dan penakut di zaman Islam, wahai Umar? Akankah aku mengharapkan
pertolonganmu, sementara itu engkau mendatangiku dan mengecewakanku?''
Lalu, Abu Bakar
melanjutkan ucapannya, ''Demi Allah, kalau mereka menolak menyerahkan tali
kendali unta yang biasa mereka berikan kepada Rasulullah SAW, akan kuperangi
mereka selama tanganku masih mampu memegang pedang.''
Akhirnya, semua
yang dikatakan Abu Bakar itu diwujudkannya dan pasukan pun segera bergerak
menghajar orang-orang yang kembali kufur itu, mengembalikan orang-orang yang
melarikan dan mengambil hak-hak orang fakir dari orang-orang yang enggan
mengeluarkan zakat. (Min Ajli Sahwah Rasyidah, karya Yusuf Qordlowi).
Peristiwa
tersebut di atas memberikan pelajaran kepada kita betapa Abu Bakar sebagai
seorang kepala negara yang terkenal sentimental, lemah lembut, tawadu, dan
khusyuk, itu berubah menjadi pemberani dan tegar ketika harus membela
kepentingan dan hak-hak rakyat, sekalipun rakyat tidak menuntutnya. Bahkan dia
terus mengembalikan hak-hak rakyat meskipun ada sebagian orang yang tidak
menyetujui tindakannya.
Akhirnya, dengan
sikap seperti ini rakyat pun memberikan dukungan penuh kepadanya. Barangkali,
sikap beliau itu didorong oleh pemahamannya atas sabda Rasulullah SAW,
''Pemimpin itu adalah benteng, rakyat berperang dibelakangnya, dan berlindung
padanya.''
Banyaknya
tuntutan masyarakat saat ini kepada pemegang amanat kekuasaan untuk mengusut dan
mengadili kasus-kasus korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta menuntut
keberpihakan kepada kepentingan masyarakat sepatutnya menumbuhkan keberanian dan
keseriusan untuk menuntaskan masalah ini.
Pengembalian hak
rakyat yang dirampas tidak perlu menunggu adanya tuntutan. Jika tidak, apa yang
menimpa Bani Israil, akan menimpa umat sekarang. Dahulu, Bani Israil ditimpa
malapetaka karena bila ada rakyat kecil bersalah, merampas hak orang lain, ia
dihukum habis-habisan. Namun, jika yang melakukannya ''orang besar'', tak ada
hukum yang berani menyentuhnya. (MR Kurnia)
sumber : rpbk
Tidak ada komentar:
Posting Komentar