Oleh : A Ilyas
Ismail
Suatu malam Rasulullah SAW meminta izin kepada istrinya, Aisyah,
untuk shalat malam. Dalam shalatnya, beliau menangis. Air matanya mengalir
deras. Beliau terus beribadah hingga sahabat Bilal mengumandangkan azan Subuh.
Beliau masih menangis saat Bilal datang menemuinya. ''Mengapa Tuan menangis?''
tanya Bilal. ''Bukankah Allah telah mengampuni dosa-dosa Tuan baik yang lalu
maupun yang akan datang?''
Nabi menjawab, ''Bagaimana aku tidak menangis, telah
diturunkan kepadaku malam tadi ayat ini, 'Sesungguhnya dalam penciptaan langit
dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang ada tanda-tanda bagi orang yang
berakal. Yaitu orang-orang yang mengingat Allah dalam keadaan berdiri atau duduk
atau berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi seraya
berkata: Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha
Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka'.'' (Ali 'Imran:
190-191).
Alam semesta, menunjuk kepada dua ayat di atas, adalah ayat,
yaitu tanda atau rambu bagi sujud dan kuasa Allah. Sebagai ayat, alam semesta
ini harus dibaca dan dipelajari hingga menimbulkan iman dan kekaguman
(khasy-yah) yang makin besar kepada al-Khaliq. Nabi pernah
memberikan arahan agar manusia tidak memikirkan Zat Allah, tetapi cukup
merenungkan alam ciptaan-Nya. Kata beliau, ''Pikirkanlah ciptaan Allah, dan
jangan memikirkan Zat Allah.''
Jadi, ayat-ayat Allah itu ada dua macam. Pertama, ayat-ayat
berupa Kitab Suci (qauliyah). Kedua, ayat-ayat berupa alam semesta
sebagai ciptaan Allah (kauniyah). Menurut filsuf Muslim, Ibn Rusyd, alam
semesta justru merupakan ayat-ayat Allah yang pertama. Dikatakan demikian,
karena sebelum Allah SWT menurunkan Kitab Taurat, Injil, dan Alquran, Allah
telah menciptakan alam jagat raya ini. Karena alam adalah ayat, maka sebagaimana
sepotong firman adalah ayat, maka sejengkal alam juga ayat.
Sebagai ayat, alam ini selalu bergerak memenuhi tujuan
penciptaan. Karena itu, penelitian terhadap alam diduga kuat dapat mengantar
manusia menemukan dan meyakini wujud Allah dan kuasa-Nya. Sebagai ayat, alam ini
juga mengandung hukum-hukum Allah yang dalam terminologi Alquran dinamakan
takdir dan sunatullah.
Takdir merupakan hukum-hukum Allah yang diberlakukan pada alam
fisik (makrokosmos), sedangkan sunatullah merupakan hukum-hukum Allah untuk alam
sosial (mikrokosmos). Sebagai hukum-hukum Allah, keduanya, takdir maupun
sunatullah, mengandung kepastian dan determinasi. Manusia, karenanya, tidak
mungkin dan tidak dapat melawannya.
Manusia, tidak bisa tidak, harus meneliti dan mempelajari alam
dan fenomena alam agar mengenali hukum-hukum Allah yang terkandung di dalamnya.
Pengenalan terhadap hukum-hukum Allah itu, dengan sendirinya, akan mendatangkan
kemudahan dan kemaslahatan bagi kehidupan manusia di muka bumi. Alam semesta
dengan begitu benar-benar menjadi rahmat dan nikmat, bukan menjadi laknat dan
petaka bagi umat manusia. Wallahu a'lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar