Bertubi-tubi
penghinaan dan penzaliman diterima umat Islam. Diganjalnya salah satu aspirasi
paling minim, yakni tujuan pendidikan membentuk peserta didik menjadi beriman,
bertakwa, berakhlak mulia, cerdas dan kreatif, serta pendidikan agama
disampaikan guru seagama, adalah salah satu contoh. Pelecehan atas tekad
pemberantasan pornografi, hingga tidak dihargainya Masjid Al-Aqsa sebagai tempat
ibadah, serta hak hidup dan merdeka umat Islam Palestina, Irak, dan Chechnya,
adalah cantoh yang lain.
Firman-Nya,
''Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka
berpegang kepada agama Allah dan perjanjian dengan manusia.'' (QS Ali Imran:
112). Ayat ini cukup menjelaskan bahwa kita seakan-akan memakai baju kehinaan,
sehingga dalam urusan apa pun kepentingan umat selalu terganggu.
Umat tidak lagi
teguh memegang agama Allah sebagai satu-satunya pandangan hidup, sumber hukum,
dan nilai dalam kehidupan. Ajaran Islam dinodai sekularisme, sinkretisme,
materialisme, dan lain-lain. Akibatnya, banyak yang minder dan merasa terhina
bila diajak kembali kepada Islam karena telah menganggap hukum dan nilai
peradaban Barat lebih unggul.
Bagaimana
mungkin umat akan mulia bila pola pikir dan sikapnya selalu mengekor kepada
peradaban Barat yang berbasis hawa nafsu dan godaan setan? Bagaimana tidak kalah
dan terus terhina jika umat mengikuti kaum tanpa akal dan iman, padahal akal dan
keimanan itulah yang membedakan insan dengan hewan dan setan?
Sementara itu,
sistem pemerintahan dan para pejabat pemerintah yang melingkupi kehidupan umat
juga jauh dari Islam. Bahkan tidak sedikit yang menentang Islam. Mereka menjauhi
rakyatnya, bahkan mencurigai dan menzaliminya. Mereka juga kehilangan rasa cinta
negerinya, padahal itu perintah Islam. Akibatnya, mereka tidak segan-segan
menggadaikan wilayah, perusahaan negara, dan kekayaan alam negerinya, demi
kepentingan pribadi. Maka kian terhinalah negara itu, sehingga menghadapi negara
kecil, seperti Singapura pun tidak berwibawa lagi.
Dalam sistem
ekonomi misalnya, kita wajib mengikuti semua petunjuk Rasulullah saw dan
menjauhi segala larangannya (QS 59:7). Itulah syarat terbentuknya pemerataan
ekonomi agar perekonomian negara kuat, mandiri, mempunyai tabungan dan konsumsi
agregat yang besar, serta investasi dan produksi yang tidak membutuhkan utang
berbunga.
Jadi, ketika
tali Allah (hablum minallah) dan tali manusia (hablum minannas) tidak lagi
dijalin dengan peradaban Islam, maka kehinaan demi kehinaan pasti datang
menerpa. (Fahmi AP Pane)
sumber : rpbk
Tidak ada komentar:
Posting Komentar